TEOLOGI JABARIAH DAN QODARIYAH DALAM ISLAM
(Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya)



KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim….
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, hanya kepada-Nyalah kita menyembah dan hanya kepada-Nyalah kita  meminta pertolongan, sebagai wujud aktualisasi sebagai seorang hamba. Kedua kalinya, sholawat dan salam semoga terus menjadi hadiah kita kepada Nabi Akhiru az-zaman, yang telah menjadi uswah yang baik bagi umatnya.
Penyelesaian makalah ini. tentunya mulai dari proses pengumpulan data sampai pada tahap pembuatan makalah, tidak terlepas dari usaha kami untuk menyusun makalah ini guna memenuhi tugas Tauhid. Dimana dalamnya mengangkat tema tentang firqoh Qodariyah dan Jabariya atau dalam ilmu kalam bisa disebut teologi.
Lebih lanjut lagi,  makalah ini juga diharapkan dapat memberi sumbangsih keilmuan kepada genarasi Islam, sehingga ilmu-ilmu tentang keislaman semakin berkambang dan dapat memberi corak yang baru bagi dunia islam. Dimana keilmuan islam dapat menjadi suatu alat tranforamsi social demi tercapainya islam yang rahmatan lil alamin yang kaffah.
 Akhirnya, mencapai puncak kesempurnaan bagi  manusia adalah hal yang terlalu berlebihan, sehingga kami yakin bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu masukan dan kritik terhadap makalah ini masih kami harapkan sebagai langkah untuk menghadirkan karya yang baik.

Yogyakarta, 10 November 2013



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR  .......................................................................................... 2
DAFTAR IS  .......................................................................................................... 3
BAB I      PENDAHULUAN  .............................................................................. 4
BAB II     PEMBAHASAN
                 2.1. Awal Mula Lahirnya Firqoh-Firqoh Dalam Islam  ........................ 7
                 2.2. Firqoh Qodariyah  .......................................................................... 8
                        2.2.1. Sejarah Timbulnya  .............................................................. 8
                        2.2.2. Ajaran Dan Perkembangannya  .......................................... 10    
                 2.3. Firqoh Jabariyah  .......................................................................... 11
                        2.3.1. sejarah timbulnya  .............................................................. 11
                        2.3.2. ajaran dan perkembangannya  ............................................ 12
BAB III   PENUTUP  ........................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA  ......................................................................................... 16
 










BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bismillahirahmanirrahim….
Teologi sebagai bagian Tauhid dalam Islam memiliki banyak peranan dalam membangun keyakinan terhadap keesaan Tuhan, dimana dalam teologi dibahas bagaimana sifat-sifat keesaan Tuhan, teologi menyangkut juga bagaimana seorang muslim sebagai penganut agama Islam membangun keyakinan dalam meyakini adanya Tuhan dengan sifat-sifatnya (akidah).  Sehingga, dalam agama Islam teologi memiliki tempat yang sangat penting dalam Islam..
Menjadi hal yang begitu menarik ketika membahas tentang teologi. Karena, tentu saja teologi menjadi hal tidak bisa dipisahkan dengan akidah islam.  Dimana yang menjadi sumber utama teologi islam ialah Al-Quran dan Al-Hadist, yang menerangkan tentang wujudnya Allah SWT, sifat-sifat-Nya, dan persolan akidah lainnya.
Teologi dalam Islam dikenal dengan istilah ilmu kalam, dimana ilmu ini merupakan perpaduan antara filsafat Yunani yang berdasarkan dalil-dalil pikiran dan ilmu yang lainya. Oleh karena itu, pembahasan ilmu kalam ini, selalu berdasarkan dua hal, yaitu dalil naqli (Al-Qur’an dan Al-Hadist) dan dalil-dalil aqli (akal pikiran).
sehingga, tidaklah tepat kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu merupakan ilmu ke-Islaman yang murni, karena diantara pembahasan-pembahasanya banyakyang berasal dari luar islam, sekurang-kurangnya dalam metodenya. Tetapi, juga tidak benar kalau dikatakan bahwa unsur-unsur ilmu kalam itu timbul dari filsafat Yunani, sebab unsur-unsur lainnya juga ada. Yang benar ialah kalau dikatakan bahwa ilmu kalam itu bersumber pada Al-Qura’an dan Al-Hadist, yang perumusan-perumusannya didorong oleh unsur-unsur dari dalam dan luar[1].
Dalam perjalanan sejarahnya, lahirnya ilmu kalam tidak lepas dari beberapa faktor, yakni faktor intern dan faktor ekstern. Karena, kedua faktor inilah yang menyebabkan lahirnya teologi dalam islam yang berbeda-beda. Dimana faktor intern adalah faktor yang berhubungan dengan akhidah , sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berhubungan dengan politik.
Dalam pembahasan ilmu kalam ada firqoh-firqoh yang berbeda-beda, dimana terlahirnya firqoh-firqoh tersebut karena terjadinya pepecahan ummat Islam. Sebagaimana sabda Nabi SAW.  Sebelum beliau meninggal dunia, beliau menyampaikan bahwa ummat islam akan terpecah-belah, dan perpecahan itu akan terjadi sebanyak 73 firqoh.
Akan terjadi perpecahan pada umatku, sebagaimana yang telah terjadi pada Bani Israil setapak demi setapak. Sesungguhnya Bani Israil itu telah berpecah-belah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan saja. Kemudian para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan itu, wahai Rasulullah? Nabbi menjawab: Yaitu mereka yang mengikuti sunnahku dan sahabtku (HR. Al-Hakim dari Ibnu Umar).
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa penyebab lahirnya firqoh karena adanya perpecahan, hal ini terjadi karena masing-masing firqoh memiliki perbedaan pemahaman mengenai penerapan dan pemahaman akhidah dalam Islam. Semisalnya firqoh Murjiah dan Khawarij keduanya memiliki perbedaan yang substansial. Sehingga, diantara banyak firqoh tersebut  yang ingin kami tekankan adalah mengenai tentang firqoh Qodariyah dan Jabariah. Karena, kedua firqoh tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap pemahaman pemeluk Islam dalam memahami qhoda’ dan qadar Allah.
1.2. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang firqoh Qodariyah dan Jabariah dari sejarah dan ajaran kedua firqoh tersebut. Dimana pembaca didorong untuk mengetahui sejarah awal-mula terlahirnya kedua firqoh dan ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. sehingga nantinya pembaca dapat memahami dan mengetahui sejarah dan ajaran firqoh Qodariyah dan Jabariah. Yang pada akhirnya, pembaca memiliki pandangan mengenai firqoh Qodariyah dan Jabariah. Kemudian dapat menyi mpulkan perbedaan kedua firqoh teologi islam tersebut.
Hal ini tidak lepas dari usaha untuk memahami teologi dalam Islam secarah utuh, Agar supaya tidak terjadi kesalahan dalam memandang Islam sebagai rahmatan lil alamin. Karena, pemahaman terhadap teologi islam yang benar akan bedampak pada pemahaman ketauhidan yang utuh.
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini antara lain:
1. Memahami firqoh Qodariyah dan Jabariah
2. Memahami sejarah awal mula firqoh Qodariyah dan Jabariah
3. Memahami ajaran  firqoh Qodariyah dan Jabariah
4. Memahami perbedaan  firqoh Qodariyah dan Jabariah
1.4. Manfaat
Setelah selesainya pembaca selesai membaca makalah ini, pembaca dapat memperoleh dapat memperoleh manfaat;
1. Dapat memahami firqoh Qodariyah dan Jabariah
2. Dapat memahami sejarah awal mula firqoh Qodariyah dan Jabariah
3. Dapat memahami ajaran  firqoh Qodariyah dan Jabariah
4. Dapat memahami perbedaan  firqoh Qodariyah dan Jabariah




BAB II
Pembahasan
2.1 Awal Mula Lahirnya Firqoh-fiqoh  dalam Islam
Dari awal sejarah lahirnya agama Islam dan berkembanganya agama Islam, pada masa Nabi. umat Islam selalu kompak dalam persoalan agama, termasuk dalam bidang akhidah. Jika kemudian terjadi perselisihan pendapat diantara para sahabat, maka mereka mengembalikan kepada Nabi. Maka penjelasan beliaulah yang menjadi pegangan bagi para sahabat. Sehingga, tidak ada perselisihan yang terjadi diantara umat Islam.
Selanjutnya, setelah Nabi SAW wafat, pada masa pemerintahan Khulafaurrasyidin , Abu Bakar As-Siddiq dan Umar bin Khottab,  umat Islam masih seutuh pada masa Nabi. Pada waktu itu tidak ada perpecahan dalam diri umat Islam. Karena, pada masa itu umat Islam lebih terfokuskan kepada perluasan wilayah Islam. Sehingga mereka tidak sempat untuk memikirkan hal yang berhubungan dengan akhidah dan bidang-bidang lainnya.  Keadaan ini bertahan sampai pada masa Khalifah Usman bin Affan. Dia terbunuh Oleh para pemberontak dari Mesir yang tidak puas terhadap kebijakan politinya. Hal inilah yang kemudian menjadi awal kerusakan. Karena kejadian tersebut yang memberi pengaruh pada masa kepemimpinan khalifah selanjutnya, yaitu Ali bin Abi Thalib.
Ali bin Abi Thalib pada waktu itu yang menjadi khalifah pengganti Usman bin Affan, yang meninggal karena terbunuh. Sebagai kandidat terkuat pada waktu itu. Memiliki beban moral agar pembunuh Usman dihukum mati, akan tetapi Karena tidak cukup bukti mengenai siapa yang membunuh umar akhirnya, hukum mati tersebut tidak terlaksana. Sehingga tidak terlaksananya hukum mati tersebut, oleh Siti Aisyah dinggap sebagai tindakan yang tidak tegas. Dari sinilah kemudian menjadi awal terpecahnya umat Islam. Hingga akhirnya, berujung pada peristiwa tahkim antara Muawiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib. pada saat itulah terlahir firqah khawarij. Dan hal ini menjadi tonggak awal firqoh-firqoh dalam Islam yang tak berkesudahan.
Akan terjadi perpecahan pada umatku, sebagaimana sebagaimana telah terjadi pada Bani Israil setapak demi setapak. Sesungguhnya Bani Israil itu telah berpecah-belah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka, kecuali satu golongan saja. Kemudian para sahabat bertanya: Siapakah satu golongan itu, wahai Rasulullah? Nabbi menjawab: Yaitu mereka yang mengikuti sunnahku dan sahabtku (HR. Al-Hakim dari Ibnu Umar).

2.2   Firqoh Qodariyah
 2.2.1. Sejarah Timbulnya
  
Kata “qodariyah” menurut Hadariansyah AB (2010) berasal dari kata “qodar”. Kata ini masdar dari fi’il madi “qadarah” yang berarti kuasa ataupun mampu. Dengan demikian Qodariyah dari segi bahasa berarti kekuasaan atau kemampuan. Adapun yang dimaksud dengan Qodariyah disini ialah paham yang menyatakan bahwa manusia kuasa taupun mampu dalam melakukan peruatan. artinya manusia memiliki kemampuan dan kekuasaan untuk menentukan tindakanya sendiri.[2]
 Qodariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh Ma’bad al-Juhni al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Ma’bad hidup pada masa tabi’in yang terkenal dalam kejujurannya. Ia termasuk salah seorang yang mengikuti majelis yang dipimpin oleh Hasan Al-Bisri di masjid Basrah.
Latar belakang timbulnya Qodariyah ini sebagai isyarat menentang kebijasanaan politik Bani Umayyah yang dianggap kejam. Apabila firqoh Jabariyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayah membunuh orang, hal itu karena sudah ditakdirkan Allah Swt. demikian dan hal ini berarti merupakan topeng untuk menutupi kekejamannya, maka dirqoh Qodariyah mau membatasi qadar tersebut. mereka mengatakan bahwa kalau Allah Swt. itu adil, maka Allah Swt. akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Manusia bebas dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih peruatan yang baik atau yang buruk. jika Allah Swt. telah menentukan terlebih dahulu nasib manusia, maka Allah Swt. zalim. Karena itu, manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatanya. Manusia harus memiliki kebebasan berkehendak. Orang yang erpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu hanyalah bergantung kepada qadar Allah Swt. saja, selamat atas celaka seorang itu telah ditentukan oleh Allah Swt. sebelumnya, maka pendapat tersebut adalah sesat. sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah Swt. dan berarti menggap-Nya yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah Swt. melakukan kejahatan.
Ajaran-ajaran firqoh Qodariyah segera mendapat pengikut yang cukup, sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban umum. Ma’bad Al-Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum mati di Damaskus (80 H/690 M). Setelah Ma’bad meninggal, firqoh ini kemudian disebarkan oleh Ghailan al-Damasyqi. Namun, setelah peristiwa ini, maka pengaruh paham Qodariyah semakin surut, akan tetapi dengan munculnya firqoh mu’tazilah, sebetulnya dapat diartiakan sebagai penjelmaan kembali paham-paham Qodariyah. Sebab antara keduanya, terdapat persamaan filsafatnya, yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qodariyah Mu’tazilah. 
Pandangan kaum Qodariyah terhadap kebebasan yang berikan oleh Allah kepada manusia seolah-olah tanpa batas, sehingga tidak ada campur “tangan” Allah Swt. dalam takdir hidup manusia. sehingga jika ditarik kesmpulan Allah tidak memiliki kekuasan untuk merubah hidup manusia dalam kehidupanya. karena Dia telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk menentukan hidupnya sendiri. Dan hal ini merupakan suatu penginggkaran kepada kekuasan Allah yang terbatas.
Akan tetapi, sebagian Orang-orang Qodariyah mengatakan bahwa semua perbuatan manusia baik itu berasal dari Allah Swt., sedangkan perbuatan yang jelek itu manusia sendiri yang menciptakanya, tidak ada sangkut-pautnya dengan Allah Swt.
Sebenarnya pada masa Nabi Saw. firqah Qodariayah telah digambarkan dengan cukup jelas, yakni tentang paham mereka yang tidak percaya dengan adanya takdir Allaw Swt.  malui sabdanya:
عن حذيفة قال قال رسول الله صلى عليه وسلم لكل أمة مجوس وجوس هذه اللذين يقولون لاقدر من مات منهم فلا تشهدوا جنازته ومن مريض منهم فلا تعودهم وهم شيعة الدجال وحق على الله ان يخلقهم بالدجال(رواه داود)
Dari hudzaifah ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: bagi tiap-tiap umat ada majusinya ada majusi umatku ini ialah yang mengatakan tidak ada takdir. Barangsiapa diantara mereka itu mati, maka jangnlah engkau mensalati janazahnya. Dan barangsiapa diantara mereka itu sakit. Maka, janjganlah engkau melayatnya. Mereka adalah golongan djajal dan memang ada hak bagi Allah untuk mengaitkan mereka itu dengan Dajjal itu (HR. Abu Dawud)
Mereka dikatakan Majusi, karena mereka beranggapan adanya dua pencipta, yaitu pencipta kebaikan dan keburukan. Hal ini sama persis dengan ajaran afama majusi dan Zoroaster yang mengatakan adanya dewa terang, kebaikan dan siang disebut Ahura mazda dan Dewa keburukan, gelap dan malam, disebut Ahriman atau Angramanyu.
2.2.2. Ajaran dan Perkembanganya
Pada dasarnya Qodariyah memiliki ajaran bahwa manusia memiliki daya upaya untuk mengubah takdirnya, karena manusia memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang dia kehendaki. Manusia memiliki hak untuk membuat takdirnya sendiri.
Dalam perkembanganya  Adanya pendapat lain yang mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan ajaran-ajaran Qodariyah itu bukan Ma’bad Al-Juhni. Ada seorang penduduk negri Irak, yang mulanya beragama Kristen kemudian masu Islam, namun akhirnya kembali ke Kristen lagi, dari sinilah Ma’bad Al-Juhni dan Gailan ad Damasqi mengambil pemikiranya.
Dalam perkembangan Qodariayah sulit diketahui aliran-aliranya. Karena mereka dalam segi tertentu mempunyai kesamaan ajaran Mu’tazilah dan dalam segi yang lain mempunyai kesaman ajaran dangan Murji’ah, sehingga disebut Murji’ah Qodariyah.  dimana Murji’ah Qodariyah memiliki konsep yang berbeda tentang keimanannya kepada Allah Swt.
Sesungguhnya iman adalah marifat kepada Allah Azz wa Jalla, cinta, tunduk dengan hati kepada-Nya dan berikhtiar bahwa sesungguhnya Dia itu Esa, tidak ada sesuatu pun yang semisal dengan-Nya, selama ada pada hujja Nabi SAW. apabila hujjah itu ada, maka tasdiqnya termasuk iman dan marifah. ikrar terhadap segala apa yang berasal dari Allah SWT. (wahyu) wahyu yang dibawa oleh para nabi tidak termasuk kedalam Islam yang asli. Tiap-tiap bagian bukanlah bagian dari iman itu merupakan iman dan tidak pula bagian dari iman.  Apabila terhimpun bagian-bagian itu jadialah keseluruhanya itu iman. Disyaratkan dari bagian iman ialah mengenal keadilan. Maksudnya ilah qadar baik dan buruk seseorang tanpa sedikitpun disandarkan kepada Allah SWT.
sedangakan Muhammad Ibnu Syabib berpendapat[3].
Sesungguhnya iman adalah ikrar kepada Allah SWT., marifat kepada para rasul dan segala yang dibawa dari Allah SWT. tentang hal-hal yang disepakati oleh orang-orang Islam, seperti salat, zakat, puasa haji, dan hal-hal yang diperselisihkannya. Iman itu bercabang dasn manusia berlebihan tentang iman. Satu bagian dari iman kadang-kadang merupakan bagian dari iman dan meninggalkannya menjadi kufur disebabkan meninggalkan sebagian dari iman dan tidak mukmin dengan tepat sepenuhnya.

2.3. Firqoh Jabariyah
2.3.1.  Sejarah Timbulnya
Kata “jabariyah” barasal dari kata “jabar”. kata ini masdar, dan fi’il madhinya adalah jabara  yang berarti memaksa. dengan demikian kata jabariyah dari segi bahasa berarti pemaksaan. Adapun yang dimaksud jabariyah di sini ialah paham yang menafikkan perbuatan bagi manusia secara hakiki, dan menyandarkan perbuatanya kepada Tuhan. Menurut paham ini semua perbuatan manusia adalah majbur, artinya terpaksa atau dipaksa. Dalam faham ini yang menjadi inti pemahamannya ialah manusia tidak memiliki kemampuan melakukan perbuatan, karena setiap perbuatan manusia bersifat dipaksa dan memaksa.[4]
Firqoh Jabariyah timbul bersamaan dengan timbulnya firqoh Qodariyah, dan tampaknya merupakan rekasi terhadapnya. sebab secara ajaran keduanya saling bertolak belakang.  jika Qodariyah memiliki paham bahwa manusia memiliki kemampuan untuk merubah takdirnya, maka Jabariyah mengatakan bahwa manusia seperti wayang yang tidak hanya menjalankan takdir tanpa bisa merubahnya.
lahirnya firqoh ini diplopori oleh Jaham bin Sofwan. Mulanya, Sofwan adalah juru tulis dari seorang pemimpin yang bernama Suraih bin Harits. Dia terkenal sebagai orang yang tekun dan rajin menyiarkan agama. Fatwanya menarik perhatian manusia, fatwanya yang masyhur pada masa itu, dia mengatakan, bahwa manusia tidak mempunyai daya upaya, tidak ada ikhtiar dan tidak ada kasab. Semua perbuatan manusia itu terpaksa diluar kemaunnya, sebagaimana keadaan bulu ayam terbang kemana arah angin membawa. secara ringkas firqoh ini berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kemampuan untuk melakukan ikhtiar, yang mana semua gerak manusia dipaksa oleh adanya kehendak Allah Swt.
Dalam segi-segi tertentu, Jabariyah dan Mu’tazilah mempunyai kesamaan pendapat, misalnya tentang sifat-sifat Allah Swt., surga, neraka tidak kekal, Allah Swt. tidak bisa dilihat diakhirat kelak, Al-Quran itu makhluk dan lain sebagainya. Selain itu, Firqoh ini juga disebut juga dengan Al-Jahammiyah, dimana ajaran-ajaranya benyak persamaannya dengan aliran Qurro’ dalam agama Yahudi dan aliran Ya’cubiyah agama Kristen. Kemudian pada tahun 131 H, Jaham bin Sofwan terbunuh oleh pasukan Bani Umayyah.[5]

2.3.2. Ajaram damn Perkembangannya
Pendapat Jaham bin Shofwan yang sering disampaikan kepada umat islam pada masa itu, yaitu:
“Manusia tidak mempunya qodrat untuk berbbuat sesuatu, dan dia tidak mempunya “kesanggupan” Dia hanya terpaksa dalam semua perbbuatanya. Dia tidak mempunyai kodrat dan ikhtiar, melainkan tuhanlah yang menciptakan perbbuatan-perbuatan pada dirinya, seperti ciptaan Tuhan kepada benda mati. memang perbbuatan-perbbuatan itu dinisbatkan kepada orang tersebut, tetapi itu hanyalah perbuatan nisbat majasi, secara kiasan, sama halnya kalau kita menisbatkan perbuatan kepada benda-benda mati, misalnya:”Pohon itu berbuah”, atau “Air itu mengalir”, “batu itu bergerak. “matahari tebit dan tenggelam”, “langit mendung dan menurunkan hujan”, “bumi bergoncang dan tumbuh-tumbuhan, dan lain sebagainya. Pahala dan siksapun adalah paksaan, sebagaimanahalnya dengan perbuatan-perbuatan”. Jaham berkata: “Apabila paksaan itu telah tetap maka taklif adalah paksaan juga”
Bahkan untuk menguatkan pendapatnya bahwa manusia tidak memiliki kemampuan dalam merubah takdir dan hidupnya dengan firman Allah Swt. daslam Al-Qur’an:
Bahwasanya engkau (hai Muhammad) tidaklah memiliki kuasa untuk memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, akan tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Qashas 28:56)
Firqoh Jabariyah dengan sangat radikal memandang bahwa semua yang diciptakan kebaikan, keburukan, pahala, dan dosa hanyalah formalitas saja. Karena sebelum manusia meninggal dan sebelum hari kiamat Allah sudah menentukan Siapa saja yang masuk surga dan neraka.
Dalam perkembanganya kaum Jabariyah berpendapat bahwa, manusia tidak diserahi kodrat dan iradat sendiri dalam mewujudkan usahanya dan Allah Swt. saja yang menanggung qodrat dan iradat yang menentukan perbuatan manusia tersebut, hal itu sulit diterima. Ibaratnya orang diikat lalu dilempar ke dalam laut seraya diserukan: “Jagalah dirimu, jangan sampai tenggelam dalam air.”
Ajaran Jabariyah yang lebih radikal lagi bahwa, tidak berdosa kalau berbuat kejahatan, karena yang berbuat itu hakikatnya adalah Allah Swt. Kesesatanya dalam teologinya tidak hanya itu saja, mereka berpendapat bahwa orang yang mencuri, pada hakikatnya adalah Tuhan yang mencuri. Sehingga orang yang mengerjakan sholat pada hakikatnya bukan manusia itu sendiri yang mengerjakan sholat akan tetapi Allah Swt. Karena mereka mengatakan telah bersatu dengan Allah. Disini menimbulkan paham wihdatul wujud, yaitu Manunggaling Kawulo Lan Gusti, bersatunya seorang hamba dengan Dia.



























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari dua penjalasan di atas. antara kedua firqoh kami berusaha untuk menampilkan pandangan yang utuh, yakni dengan cara menjelaskan kedua teologi Qodariyah dan Jabariah dengan utuh. Dan dapat kita korelasiakan dengan sejarah awal mula lahirnya teologi,  bahwa teologi pertama lahir karena faktor ketidak puasan terhadap tahkim Ali I Abi Thalib. Sehingga, hal ini menandai lahirnya teologi dalam islam. Berlanjut pada masa Dinasti Umayyah dan faktor yang paling dominan adalah masalah politik yang bersimbiosis dengan ajaran agama, kemudian bertansformasi menjadi teologi.
Namun, yang menjadi catatan penting disini adalah dari firqoh Qodariyah dan Jabariah lebih pada perbedaan pemahaman terhadap takdir  qhoda’ dan qodar Allah Swt. yang banyak menyimpang dari ajaran islam. Maka dari itu, Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin  adalah islam yang sesuai dengan Ahlu sunnah. Sesuai dengan sabda Nabi Saw., ketika umat Islam terpecah dalam 73 golongan maka golongan yang selamat adalah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.
“Ummatku akan terpecah elah menjadi 73 golongan. di antara golongan-golongan itu yang selamat hanya satu golongan saja. sedangkan lainya adalah binasa (sesat. pen). Ditanyakan oleh sahabat: Siapakah golongan yang selamat itu? Nabi Saw. Mnjawab: Yaitu golongan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Ditanya lagi: Apakah golongan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah itu? Nabi Saw. menjawab: Yaitu golongan yang mengikuti jejakku dan jejak sahabatku.” (Al-Hadist)
Akhirnya, setelah melalui pengumpulan data yang begitu melelahkan,  sampai pada proses pembuatan makalah ini. Tentu, bukan hal yang mudah bagi kami untuk menciptakan karya tulis yang sempurna, tetapi inilah karya tulis kami.  Sehingga apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati atau belum sesuai dengan apa yang Anda harapkan, kami mohon maaf. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun kami agar dalam tugas-tugas selanjutnya, kami dapat menyelesaikannya dengan lebih baik lagi. Wallahu’alam.


DAFTAR PUSTAKA
Nasir, A., Sahilun, 2012, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya, Jakarta: Rajawali Pers.
Bakhtiar, Amsal, 2012, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers.
Al-Fayyadi, Muhammad, 2012, Teologi Negatif Ibn ‘Arabi: Kritik Metafisika Ketuhanan, Yogyakarta: LKIS.
[1] AB, Hariansyah, 2010. Pemikiran-Pemikiran Teologi Islam dalam Sejarah Pemikiran Islam, Banjarmasin: Antasari Pers.




[1] Salihun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajawali Pers. 2012. hlm. 22.

[3] Al-Baghdadi, Al-Farq. Hlm. 207.
[4] Hariansyah AB, Pemikiran-Pemikiran Teologi Islam dalam Sejarah Pemikiran Islam, (Banjarmasin: Antasari Pers, 2010) , hlm., 78.
[5] Ibid. hlm.143


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer