MAKALAH ASURANSI DALAM SYARIAT ISLAM
- ..
MAKALAH
AL-QUR’AN HADITS
ASURANSI DALAM SYARIAT ISLAM
2013
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT , Robbil alamin, puji dan syukur bagi-Nya yang telah
melengkapi dan mencukupkan nikmatNya dan sholawat semoga tetap terlimpah atas
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah di utus Allah SWT sebagai rahmat
bagi seluruh umat manusia .
Alhamdulillah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema “ ASURANSI DALAM SYARIAT
ISLAM” untuk memenuhi tugas AL-QUR’AN HADIST yang masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini penulis memperoleh
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis
ingin Berterima kasih kepada Dosen Mata kuliah AL-QUR’AN HADIST. Mengingat
kemampuan penulis yang sangat terbatas maka penulis menyadari dalam penyusunan
makalah ini banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah ini di masa
yang akan datang dan bermanfaat buat kita semua.
Yogyakata,
16 November 2013
HORMAT PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia tampak
mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi yang serba canggih dan
modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya bagian mana di
belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba sederhana menjadi
berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap maju
ternyata masih mengalami kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan pertumbuhan
ekonomi yang tidak merata dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan
Amerika misalnya mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan
ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hampir semua hukum keperdataan
diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga termasuk penerapan
asuransi konensional yang telah menciptakan keresahan dan ketidakadilan kepada
nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan misi asuransi syariah yang tidak berbasis
pada bunga dan dapat mengubah rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat
manusia dalam hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan memaparkan beberapa poin
berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional sebagai suatu
perbandingan, terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila
dibandingkan dengan asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan hidup
dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian pula penulis akan mambahas
konsep, sumber hukum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya
adalah[1]:
Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman
dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
- Wirjono
berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang
dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena
akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.[2]
- Abbas
Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil
(sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang
belum pasti.
- Syeikh
Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan
dihadapinya.
- Ensiklopedi
Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama
berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan
jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
- UU No.
2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana
pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu
kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
- Faturrahman
Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji
terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti
kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai
akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi
bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian asuransi
minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau menjamin bahwa
pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian yang mungkin akan di
derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau
belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap menjadi
milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak
tertanggung yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung secara
sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang berjanji akan
membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara sekaligus atau secara
angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu peristiwa yang belum jelas
terjadi.
2. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan yang
menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi konvensional
banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[3].
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika baru
sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal, perusahaan
asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan
pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar,
terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa
meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar
preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang tertentu.
Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara perusahaan asuransi
konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena
keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil resiko oleh
persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika perusahaan asuransi
mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya[5].
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua dananya
dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga
dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung
keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia. Jawatan
kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang berjudul “Ke arah
Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa kini mengikuti cara
pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai dengan ajaran
islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk asuransi yang
terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan asuransi
yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan terhindar dari
unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal al-Islami
di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam Bahamas di Bahamas, dan
at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara tetangga yang paling dekat
dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian
Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994 seiring
dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT. Asuransi Takaful
umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat diresmikannya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
3. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong
dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para Ulama
adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi
tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem pengelolaan dana,
bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2
kelompok besar [7]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan memberikan
alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau pendapat yang
disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan asuransi yang
bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang bersifat komersial
(tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).
Kelompok yang mengharamkan asuransi syariah :
- Ibnu
Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram,
karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam
(mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
- Muhammad
Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang
menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau
ta’addi / itlaf.
- Muhammad
al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba.
Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan
pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah
habis.
Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi berdasarkan atas 5 alasan[8]:
1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3. Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara
tunai.
4. Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya
seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
5. Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.
Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi
berdasarkan atas 4 alasan[9]:
- Asuransi
tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan
antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib
adanya.
- Asuransi
juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada
munculnya resiko.
- Asuransi
adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik
Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
- Dalam
asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya
adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.
Kelompok yang membolehkan asuransi syariah :
Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa
(guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru besar Universitas
al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru besar Universitas Kairo),
Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad al-Bahi,
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk
muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif bagi
ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan nilai-nilai islam.
Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut
Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[10]:
1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah
pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul
dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan
perusahaan asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip
tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam
kebaikan dan ketakwaan.
4. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi
konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada
gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.
Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata mencari
keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong antarsesama. Pada
asuransi konvensional, akad perjanjian yang mendasarinya adalah akad jual-beli
(tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah[11] :
1. Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi didasarkan
atas niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu yang diperlukan.
2. Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariat islam.
3. Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan
perlindungan kepada peserta.
4. Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi
operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat islam.
Model asuransi syariah[12] :
1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik Negara
atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model inilah yang
sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah karena selaras
dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling bekerja sama,
dan saling melindungi
2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad kerja sama
usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100% modal sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian untung rugi diantara
anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).
3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah, Takaful
berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan fungsinya (sebagai
wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam mengelola keuangan
mereka.
Ciri-ciri asuransi syariah dalam opersionalnya antara lain :
· Menghindari Riba
· Menghindari unsur judi
· Menghindari unsur penipuan (gharar)
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada
konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
· Tolong-menolong dan bekerja sama
· Saling menjaga keselamatan dan keamanan
· Saling bertanggung jawab
5. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih
menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum
(konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi
syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep.
4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan
Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6. POLIS ASURANSI
Dalam setiap perjanjian, perlu dibuat bukti tertulis atau bermaterai tempel
sebagaimana diatur dalam aturan bea materai antara pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi tersebut disebut polis.
Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis,
2. Nama dan alamat tertanggung,
3. Uraian risiko,
4. Jumlah pertanggungan,
5. Jangka waktu pertanggungan,
6. Besar premi dan bea materai,
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
8. Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor
rangka (chasis) dan nomor mesin kendaraan.
Fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikan penanggung jika
terjadi peristiwa yang menyebabkan kerugian yang mungkin diderita tertanggung.
b. Sebagai bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut penanggung.
Fungsi polis bagi penanggung, yaitu :
a. Merupakan bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung.
b. Merupakan bukti tertulis atas jaminan yang diberika oleh penangung
kepada tertanggung jika terjadi suatu peristiwa yang merugikan tertanggung.
c. Merupakan bukti yang kuat (otentik) untuk menolak klaim atau tuntutan
bila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian yang tidak memenuhi
syarat-syarat yang tercantum di dalam polis.
7. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada
penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung belum
terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul risiko.
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang dibayar
peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening yang digunakan
untuk membayar klaim kepada peserta.
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) dalam asuransi syariah terbagi
menjadi 2 sistem, yaitu sistem yang mengandung unsur tabungan dan yang tidak
mengandung unsur tabungan, perbedaannya terletak pada alokasi dana peserta.
Pada sistem yang mengandung unsur tabungan, premi yang diterima setelah
dikurangi biaya pengelolaan sebagian akan dialokasikan ke rekening tabungan dan
sebagian lagi akan masuk ke rekening khusus / premi risiko.
Sementara itu, pada sistem yang tidak mengandung unsur tabungan, premi yang
diterima dari peserta dikurangi biaya pengelolaan seluruhnya dimasukkan ke
dalam rekening khusus.
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
A. Pengertian Asuransi Syari’ah
Pengertian asuransi syariah telah diungkapkan pada awal tulisan ini, namun
tidak ada salahnya untuk mengemukakan sepintas dalam hal membandingkan dengan
asuransi komvensional. Asuransi syariah, mempunyai 3 pengertian seperti yang
telah dikemukakan, diantaranya at-ta’min. Mu’ammin adalah penangung dan
mun-ta’min diartikan tertanggung. Di dalam Al-Qur’an dikatakan dalam Surat
Quraisy ayat :4
Artinya:
“Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan”.
Ada kata aman dari rasa takut, memberi rasa aman. Jadi istilah at-ta’min,
yaitu antara menta’minkan sesuatu yang berarti seseorang membayar atau
menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang
sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap
hartanya yang hilang, sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang
mempertanggungkan atau mengasuransikan hidupnya, rumahnya atau kendaraannya.
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan
fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah. Menurutnya, asuransi syariah
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau
pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’ yang memberikan
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
B. Pengertian Asuransi konvensional
Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah “pertanggungan”.
Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Hal
dimaksud melahirkan istilah assuradeur , assurantie bagi penaggung dan
geassureeder bagi tertanggung.
Selain itu, ada definisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya assuransi itu
merupakan alat atau institusi belaka yang bertujuan untuk mengurangi resiko
dengan mengabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar kerugian individu
secara olektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi terebut
kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsional diantara semua
unit-unit dalam gabungan tersebut.
Di dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian meupakan
petanggungan yang di dalamnya ada perjanjian antara 2 pihak atau lebih, yaiut
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tettanggung, dengan menerima premi
asuransi,untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karenakerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
2. Pebedaan Mengenai Sumber Hukum
A. Sumber Hukum Asuransi Syariah
Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-Qur’an, sunnah, ijma, qiyas, dan
fatwa DSN MUI. Karena itu modus operandi asuransi syariah selalu sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah. Dalam menetapkan prinsip-prinsip, praktik, dan
operasional dari asuransi syariah,parameter yang senantiasa menjadi rujukan
adalah syariah islam yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan fiqh islam.
Karena itu, asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian,
sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad secara
syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi , baik yang akadnya jual beli
ataupun tolong-menolong.
B. Sumber Hukum Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang di dasari oleh pikiran
manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus operandinya didasarkan atas
hukum positif . Karena itu tidak memiliki sumber hukum yang jelas,maka
cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki kepastian dan kejelasan
kedepan. Seperti halnya dalam akadnya sesuatu yang di akadkan terjadi cacat
secara syariah karena tidak jelas berapa yang akan dibayar oleh peserta
asuransi yang meliputi berapa sesuatu yang akan diperoleh. Tidak diketahui
berapa lama seseorang peserta asuransi harus membayar premi.
3. Perbedaan Mengenai Dewan Pengawas Syariah
A. Dewan Pengawas Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi jalannya
oprasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan prinsip syariah.
Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara hukum islam yang dapat
merugikan orang lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk:
ü Melakukan pengawasan secara periodic pada Lembaga Keuangan Syariah yang
berada dibawah pengawasannya.
ü Berkewajiban mengajukan unsure-unsur pengembangan Lembaga Keuangan
Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan Syariah
Nasional.
ü Melaporkan Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah
yang mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam setahun anggaran.
ü Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
B. Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawaas dalam melaksanakan
perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak memiliki
sebuah wadah control yang independen yang tugasnya mengawasi perjalanan
asuransi teersebut sehingga mudah timbul penyimpangan-penyimpangan, baik
penyimpangan administrasi maupun penyimpangan hukum secara syari’.
4. Perbedaan Mengenai Akad Perjanjian
A. Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah
tabarru’yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesame manusia, bukan
semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah akad atau
transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad mudharabah, wadiah,wakalah,
dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’ mutabari mewujudkan usaha untuk membantu
seseorang dan hal ini di anjurkan oleh syariat islam, penderma yang ikhlas akan
mendapatkan ganjaran pahala yang besar.
Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan
kejelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai dengan apa
yang dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah dengan dana tabarru’
dari setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap peserta asuransi yang mendapat
musibah atau kerugian akan menerima bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah
yang dihadapinya. Bantuan dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan
pihak peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing dari
kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan di pihak
lainnya sebagai tertanggung. Pihak penaggung memperoleh premi-premi asuransi
sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayarannya.
Sedangkan tertangung ,memperoleh uang pertanggungan jika terjadi peristiwa atau
bencana sebagai pengganti dari premi-premi yang dibayarkannya.
Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsure untung-untungan, yaitu
keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si penaggung mendapat
keuntungan bila tidak terjadi musibah da dipandang sebagai hasil dari mengambil
resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang nihil.
5. Perbedaan Mengenai Kepemilikan dan Pengelolaan Dana
A. Asuransi syariah
Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti dana
yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau kontribusi
merupakan milik peserta ( Shohibul Mal). Pihak perusahaan asuransi syariah
hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana tersebut, kecuali
tabarru’dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani bunga. Di sinilah letak
pebedaan mendasar pada life insurance apabila seorang peserta karenakebutuhan
yang sangat mendesak boleh mengambil sebagian dari akumulasi dananya yang ada.
Selain itu, perlu diungkapkan bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang
mengandung unsure saving (tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung
dibagi dalam 2 rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan,
bebas mengunakan dan menginvestasikan pengelolaanya, bersifat tidak ada
pemisahan dana peserta dengan dana tabarru’ sehingga semua dana bercampur
menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah dana perusahaan,
sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan yanpa ada pembatasan halal dan
haram dalam melakukan pemindahan, bahkan ada kecendrungan yang selalu di
praktikkan dalam asuransi konvensional untuk menginvstasikan dananya ke system
bunga. Selain itu, dana yang terkumpul pada system asuransi konvensional
dikelola oleh badan pengelola dan keuntungannya hanya untuk kepentingan badan
pengelola dan membayar polis peserta, pengelola menganngap mempunyai pertambahan
keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.
6. Perbedaan Mengenai Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim
A. Asuransi Syariah
Unsur-unsur premipada asuransi syariah terdiri dari unsure tabarru’ dan
tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim diperoleh
dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong bagi seluruh
peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh setiap peserta
untuk keperluan saudara-saudaranya yang meninggal dunia atau tertimpa musibah materi
seperti, kebakaran, gempa, banjir dan lain-lain. Selain itu, sumber pembiayaan
kalim dalam asuransi syariah adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan
tertentu diperuntukkan sebagai dana tolong-menolong.
B. Asuransi Konvensional
Dalam asuransi konvensional unsure-unsur preminya terdiri atas:
· Mortality table yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui
besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang di karenakan kematian,
serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup.
· Penerimaan Bunga untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus
dikalkulasi di dalamnya.
· Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas, biaya
reklame, sale promotion, biaya pembuatan polis, dan biaya pemeliharaan
7. Perbedaan Mengenai Investasi Dana dan Keuntungan
A. Asuransi Syariah
Asuransi dalam menginvestasikan dananyanhanya kepada bank syariah, BPRS
(Bank Perkreditan Rakyat Syariah), Obligasi syariah, dan kegiatan lainnya yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sementara profit (laba) untukasuransi
kerugian yang di peroleh dari surplus underwriting bukan menjadi milik
perusahaan sebagaimana mekanisme dalam asuransi konvensional.
Berinvestasi pada industry perusahaan asuransi syariah, memiliki keunggulan
yang member semangat pada pesertanya. Sebab, system dimaksud tidak mengenal
system dana hangus. Peserta yang baru masuk pun yang karena sesuatudan lan hal
sehingga mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat
diambil kembali kecuali sebagian kecil saja dana yang sudah diniatkan untuk
dana tabarru’ sehingga tidak dapat ditarik kembali. Begitu juga dengan asuransi
takaful umum (asuransi kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi
klaim, maka takaful membagikan sebagian dana premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan ketika terjadi di akad.
B. Asuransi Konvensional.
Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi
konvensional pada jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki
likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
Selain itu, harus memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam
keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003. Sedangkan keuntungan yang
diperoleh dari surplus underwriting menjadi milik perusahaan yang telah
terdahulu.
Didalam system asuransi konvensional memiliki system dana hangus, yaitu
peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum akhir periode, maka dana peserta itu hangus. Begitu
juga untuk asuransi non saving jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim,
maka premi yang dibayar oleh pihak peserta asuransi kepada pihak perusahaan
akan hangus atau menjadi milik perusahaan asuransi.
2. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARI’AH
Lembaga asuransi sebagaimana dikenal
sekarang ini sesungguhnya belum dikenal pada periode awal Islam, akibatnya
banyak literatur Islam menyimpulkan secara apriori bahwa asuransi tidak dapat
dipandang sebagai praktik yang halal. Walaupun secara jelas mengenai lembaga
asuransi ini tidak dikenal pada periode awal Islam, akan tetapi terdapat
beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada
prinsip-prinsip asuransi. Misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut
dengan sistem ’aqilah.Sistem tersebut telah berkembang pada masyarakat
Arab sebelum lahirnya Rasulullah SAW Kemudian pada zaman Rasulullah SAW atau
pada masa periode awal Islam sistem tersebut dipraktekkan di antara kaum
Muhajirin dan Anshar.Sistem ’aqilah adalah sistem menghimpun para
anggota keluarga besar untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang
dikenal sebagai “kanz”.Tabungan ini bertujuan untuk memberikan pertolongan
kepada keluarga korban yang terbunuh secara tidak sengaja dan untuk membebaskan
hamba sahaya.
Kemunculan usaha perasuransian
syariah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan usaha perasuransian konvensional
yang telah ada sejak lama.Sebelum terwujudnya usaha perasuransian syariah,
terdapat berbagai macam perusahaan asuransi konvensional yang telah lama
berkembang.Jika ditinjau dari segi hukum perikatan Islam asuransi konvensional
hukumnya haram.Hal ini dikarenakan dalam operasional asuransi konvensional
mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir
(spekulasi/gambling) dan riba (bunga).Pendapat ini disepakati
oleh banyak ulama terkenal dunia seperti Yusuf al-Qaradhawi, Sayyid Sabiq,
Abdullah al-Qalqili, Muhammad Bakhil al-Muth’i, Abdul Wahab Khalaf, Muhammad
Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nejatullah
Siddiqi.
KESIMPULAN
Asuransi
syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau tolong-menolong. Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun prinsip dasarnya adalah dasar
syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan
dalam meringankan bencana yang di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful
ada sejak tahun1994, walaupun sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi
perusahaan asuransi tidak kalah dengan asuransi konvensional yang telah berdiri
lebih dahulu. Bisa dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya
perusahaan asuransi konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan banyaknya
dana premi yang dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar. Kini masyarakat
telah banyak yang beralih ke asuransi syariah, bukan karena syariah saat ini
sedang naik daun, tetapi karena mereka sudah mengetahui bahwa yang berdasarkan
prinsip syariahlah yang lebih baik. Mengapa syariah dikatakan lebih baik??
Karena perasuransian yang ada selama ini mengandung unshur gharar, maisir dan
riba, yang mana ketiga unsure itu diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi
syariah telihat dari segi konsep, sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan
dana, dan keuntungan, bila dibandingkan dengan asuransi konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 93
[2] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal
1
[3] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 97
[4] www.wikimu.com
[5] ibid
[6] Rodoni, Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim:
Jakarta)hal 98
[7] Ibid hal 100
[8] Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal
80
[9] ibid
[10] Ibid hal 81
[11] Ibid hal, 104
[12] http://www.pojokasuransi.com
[13] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Ekonisia;
Yogyakarta) hal 126
[14] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 65
[15] Zainuddin Ali Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta ) hal 77
[16] Takaful.com/atu/pro06.html
[17] Ibid
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer