MAKALAH ALIRAN MU'TAZILAH
- ..
“ALIRAN MU’TAZILAH”
2013
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat yang diberikannya saya
dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Tauhid yang berjudul “ALIRAN MU’TAZILAH” dengan lancar dan
dalam waktu yang sesuai direncanakan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dari segi pembuatan, struktur,
isi maka penulis mengharapkan kritik dan
saran membangun guna menyempurnakan penulisan makalah yang akan datang. Dan
apabila di dalam makalah ini terdapat hal-hal kurang berkenan di hati pembaca
mohon dimaafkan.
Yogyakarta,
14 November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
B.
Rumusan
Masalah
C.
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Aliran Mu’tazilah
B.
Tokoh-
Tokoh Aliran Mu’tazilah
C.
Ajaran-
Ajaran Pokok Mu’tazilah
D.
Pengaruhnya
Terhadap Dunia Islam
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Aliran Mu’tazilah
Aliran
mu’tazilah adalah merupakan aliran Theology Islam yang terbesar dan tertua,
yang telah memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam.Aliran
mu’tazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama Hijriyah di kota
Basrah (Irak), pusat ilmu dan peradaban islam di kala itu, tempat peraduan
aneka budaya asing dan pertemuan macam macam agama.Pada waktu itu banyak orang
yang akan meng hancurkan islam dari segi akidah,baik mereka yang menanamkan
dirinya Islam ataupun tidak.Sebagaimana di ketahui, sejak islam meluas
banyaklah bangsa bangsa yang yang masuk islam dan hidup di bawah naungannya.
Akan
tetapi tidak semuanya memeluk agama ini dengan segala keikhlasannya. Ketidak
ikhlasan ini terutama di mulai sejak permulaan masa pemerintahan khilafat
umawi, di sebabkan karena khalifah khalifah umawi memonopoli segala kekuasaan
negara kepada orang oranng islam dan bangsa arab sendiri.Tindakan mereka
menimbulkan kebencian terhadap bangsa arab dan menyebabkan ada keinginan untuk
menghancurkan islam itu sendiri dari dalam, karena islam menjadi sumber
kejayaan dan kekuatan mereka,baik psychis maupun mental.
Di antara lawan
lawan islam dari dalam ialah golongan Rafidah yaitu golongan syi’ah ekstrim
yang banyak kemasukan unsur unsur kepercayaan yang jauh sama sekali dari ajaran
Islam,seperti kepercayaan agama Manu,aliran Agnostik yang pada waktu itu
tersebar luas di Kufah dan Basrah.Termasuk lawan islam juga ialah golongan
Tasawuf-Hulul(inkarnasi)yang mempercayai bertempatnya Tuhan pada manusia.Aliran
mu’tazilah menjawab,bahwa Tuhan tidak mungkin mengambil tempat apapun
juga.Dalam keadaan demikian muncullah aliran mu’tazilah yang kemudian
berkembang dengan pesatnya,serta mempunyai metode dan paham sendiri.
·
Asal
Mula Sebutan Mu’tazilah
Riwayat
tentang asal usul sebutan mu’tazilah ada tiga,yang kesemuanya berkisar sekita arti kata kata “I’tazala” ( memisahkan diri, menjauhkan diri,menyalahi pendapat
orang lain).
Di
sebut mu’tazilah karena pendapat yang menyatakan bahwa pembuat dosa besar
berarti menjauhkan diri dari golongan orang orang mu’min dan juaga golongan
orang orang kafir.Perbedaan riwayat ini dengan riwayat riwayat sebelumnya
(kedua),ialah kalau menurut riwayat kedua ke mu’tazilah menjadi nama( sifat)
golongan itu sendiri karena mereka mencetuskan pendapat baru yang menyalahi
orang yang sebelumnya, sedang menurut riwayat yang ketiga, ke mu’tazilahlah
mula –mula menjadi sifat si membuat dosa itu sendiri, kemudian menjadi sifat
/nama golongan yang berpendapat demikian( yaitu pembuat dosa besar dari orang
orang mu’min dan orang kafir).
Ada
juga pendapat yang menyatakan di sebut mu’tazilah karena Wasil bin ‘Ata dan
‘Ubaid menjauhkan diri (i’tazala )dari pengajian Hasan Basri di masjid Basrah,
kemudian membentuk pengajian sendiri, sebagai kelanjutan pendapatnya bahwa
orang yang mengerjakan dosa besar tidak mu’min lengkap , juga tidak kafir
lengkap melainkan berada dalam suatu tempat di antara dua tempat ( tingkatan )
tersebut, karena kejauhan ini , maka di sebut orang orang “ mu’tazilah “ (
orang yang menjauhkan diri – orang yang memisahkan diri).
Dari
riwayat tersebut dapat di tarik kesimpulan yaitu :
·
Aliran
mu’tazilah timbul karena persoalan agama semata mata.
·
Peristiwa
timbulnya aliran mu’tazilah ialah
sekitar Hasan Basri dan kedua muridnya , yaitu Wasil bin ‘Ata dan ‘Amr bin Ubaid
( hasan basri hidup 642-728).
3.
Golongan MU’tazilan sebelum Wasil bin ‘Ata
Menurut
Ahmad Amin , sebutan mu’tazilah sudah ada sebelum masa Hasan Basri, kurang
lebih 100 tahun. Penyebutan “ mu’tazilah “untuk Wasil bin ‘Ata,’Amir bin Ash
bin Ubaid dan kawan kawannya hanya menghidupkan kembali sebutan lama. Suatu hal
yang sukar di terima akal, kalau sebutan mu’tazilah sebagai suatu aliran yang
mempunyai corak pemikiran dan metode yang tertentu, terjadi hanya karena
perpindahan tempat yang di lakukan oleh Wasil dari sudut masjid ke sudut yang
lain. Dalam pada itu riwayat yang pertama masih di
sangsikan
kebenarannya, karena menurut satu riwayat
yang mempunyai pengajian qatadah, bukan Hasan basri. Menurut riwayat
lain lagi ,yang memisahkan diri hanya Wasil bin ‘Ata saja atau ‘Amr bin Ubaid
saja.
Golongan
mu’tazilah yang sebelum hasan basri adalah mereka yang tidak ikut ( bebas )
dalam persengketanan yang terjadi sesuadah Usman ra wafat, antara Thalhah dan
Zubair di satu pihak, dan antara Ali ra kontra Muawiyah, yang kesemuanya timbul
sekitar pembunuhan atas diri khalifah Usman ra.Meskipun persoalan ini bersifat
politik, namun mempunyai corak agama, sebab semua persoalan hidup dalam islam
,sosial,ekonomi,politik, dan lain- lainnya kesemuanya di tandai dengan corak
agama.
Golongan
bebas tersebut mencerminkan paham politik yang bercorak agama, dan mereka
mengatakanseperti berikut :” Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu pihak
yang bersengketa, melainkan kedua – duanya bisa salah, sekurang- kurang nya
tidak jelas siapa yang benar.Sedang agama hanya memerintahkan memerangi orang –
orang yang menyeleweng. Kalau kedua golongan menyeleweng atau tidak di ketahui
siapa yang menyelewang, maka kami harus menjauhkan diri.
B. TOKOH-TOKOH MU’TAZILAH
Tokoh-tokoh
aliran Mu’tazilah banyak jumlahnya dan memiliki pikiran dan ajaran
sendiri-sendiri yang berbeda-beda dengan tokoh sebelum masanya. Dari segi
geografi aliran Mu’tazilah dibagi menjadi dua, yaitu: aliran Muta’tazilah
Basrah dan aliran Muta’zilah Bagdad. Aliran Mu’tazilah Basrah lebih dahulu
muncul, dan yang pertama kali mendirikan aliran Mu’tazilah.
Perbedaan antara aliran Mu’tazilah
tersebut pada umumnya disebabkan karena situasi geografis dan kulturil. Kota
Basrah lebih dulu didirikan daripada kota Bagdad dan lebih mengenal perpaduan
aneka ragam kebudayaan dan agama. Walaupun kota Bagdad didirikan setelah kota
Basrah, oleh khalifah Abbasiah dijadikan ibukota kekhalifahan.
1. Wasil bin ‘Ata (80-131
H/699-748 M)
Nama
lengkapnya Wasil bin ‘Ata al Ghazzal. Ia terkenal sebagai pendiri aliran
Mu’tazilah dan pemimpin pertama. Ia pula yang terkenal sebagai orang yang
meletakkan lima prinsip aliran Mu’tazilah.
2. Al ‘Allaf (135-226
H/752-840 M)
Nama lengkapnya
adalah Abdul Huzail Muhammad bin al Huzail al ‘Allaf. Sebutan ‘Allaf
diperolehnya Karen arumahnya didekat kampong penjual makanan binatang. Ia guru
Usman at-Tawi, murid Wasil. Puncak kebesarannya dicapai pada masa al-Ma’mun,
karena khalifah ini pernah menjadi muridnya dalam perdebatan mengenai soal
agama dan aliran-aliran pada masanya. Hidupnya penuh dengan perdebatan dengan
orang Zindiq (orang yang pura-pura islam), skeptic, majusi, Zoroaster, dan menurut
riwayat ada 3000 orang yang masuk islam ditangannya. Ia banyak membaca
buku-buku dan banyak hafalannya terhadap syair-syair arab. Ia banyak
berhubungan dengan filosof-filosof dan buku-buku filsafat.
An-Nazzham
mengatakan tentang dirinya, bahwa ketika ia tinggal di kuffah, ,lebih tau tentang
kata-kata filsafat yang pelik daripada al’Alaf. Akan tetapi setelah berhadapan
dengannya, ia baru tau bahwa perkiraannya itu salah, ternyata al’Alaf lebih
pandai dan terbayang seolah-olah pekerjaan al’Alaf hanya pada bidang filsafat
saja. Boleh jadi pertalianya dengan filsafat itulah yang menyebabkan dia
sanggup mengatur dan menyusun ajaran-ajaran Mu’tazilah dan membuka pembahasan
baru yang belum pernah dimasuki orang sebelumnya
3.
An
Nazzham (wafat 231 H/845 M)
Nama lengkapnya
adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani an-Nazzham, tokoh Mu’tazilah yang terkemuka,
lancer berbicara, banyak mendalami filsafat dan banyak menghasilkan karya.
Ketika kecil banyak bergaul dengan orang-orang non-muslim, dan sesudah dewasa
ia banyak berhubungan dengan filoso-filosof yang hidup dimasanya, serta banyak
mengambil pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh mereka.
An-Nazzam : pendapatnya yang
terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak
berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari
gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim
kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang
mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia
berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan
tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga
mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran
terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya bahasa) dan balāgah
(retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT. Kalam
adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar.
Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim. [1]
4.
Al- jahiz
Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan
al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan
hukum alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia antara lain
menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan
oleh manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.
5.
Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad : Mu’ammar bin
Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan
pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan
bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau
accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum
alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang
dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan
hasil ciptaan Tuhan.
6.
Bisyr al-Mu’tamir
Bisyr al-Mu’tamir : Ajarannya yang
penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan manusia. Anak kecil baginya
tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak karena ia
belum mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu mengulangi
lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia telah bertobat
atas dosa besarnya yang terdahulu.
7.
Abu Musa al-Mudrar
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar
dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang sangat ekstrim, karena pendapatnya
yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut Syahristani,ia menuduh kafir semua
orang yang mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di
akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala.
8.
Hisyam bin Amr al-Fuwati
Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati
berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada
wujudnya sekarang. Alas$an yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya
menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki
surga dan neraka.
C.
Ajaran-
Ajaran Pokok Mu’tazilah
Golongan
mu’tazilah dikenal sabagai kelompok rasionalis, sebab mereka memberikan peran
dan fungsi yang sangat besar kepada akal pikiran dalam kehidupan manusia.
Mu’tazilah juga dikenal dengan beberapa nama, antara lain ahl al-‘adl, yang
berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al tawhid wa al
‘adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan dan keadilan Tuhan.
Orang-orang di luar mu’tazilah sering menyebutnya dengan istilah kelompok free
will atau free act, yakni kelompok yang memandang bahwa manusia itu
bebas berkehendak dan bebas berbuat. Selain itu, ada yang menamainya dengan Al-Mu’attilah,
karena mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat, dalam
arti sifat mempunyai wujud di luar zat Tuhan .
Inti
ajaran atau doktrin-doktri Mu’tazilah terangkum dalam Al-Ushul al Khamzah (Lima
Ajaran Dasar), yaitu:
1.
At-Tawhid
Tauhid dalam pandangan mu’tazilah berarti meng-Esakan Allah dari segala sifat dan af’alnya yang menjadi pegangan bagi akidah islam. Tauhid dalam hal ini melingkupi hal-hal sebagai berikut:
Tauhid dalam pandangan mu’tazilah berarti meng-Esakan Allah dari segala sifat dan af’alnya yang menjadi pegangan bagi akidah islam. Tauhid dalam hal ini melingkupi hal-hal sebagai berikut:
a) Tuhan
tidak memiliki sifat-sifat. Adapun tuhan mendengar, berbicara, melihat dan
sebagainya bukanlah sifat, melainkan sesuatu yang melekat dalam zat-Nya. Jika
sifat-aifat itu terpisah dari tuhan, maka berarti Dia bersifat qadim, dan
dengan demikian ada dua yang qadim (ta’addud al qudama’), yakni Tuhan
dan sifat-sifat Tuhan. Hal ini justru akan menodsi kepercayaan tauhid, yang
meyakini bahwa hanya Allah yang qadim.
b) Tuhan
tidak dapat dilihat dengan mata akhirat, sebab Tuhan bukan jisim (benda).
c)
Tuhan itu Esa, bukan benda, bukan pula unsur-unsur
tertentu. Tuhan tidak menempati tempat ata ruang.
2.
Al-‘Adlu (keadilan)
dalam pandangan mu’tazilah, keadilan Tuhan berarti bahwa orang yang berbuat baik akan diberi kebaikan, dan sebaliknya jika manusia berbuat jahat maka akan diberikan siksaan. Lebih jauh tentang keadilan, mereka berpendapat:
dalam pandangan mu’tazilah, keadilan Tuhan berarti bahwa orang yang berbuat baik akan diberi kebaikan, dan sebaliknya jika manusia berbuat jahat maka akan diberikan siksaan. Lebih jauh tentang keadilan, mereka berpendapat:
a)
Tuhan menguasai kebaikan serta tidak menghendaki
keburukan.
b)
Manusia bebas berbuat dan kebebasan ini karena
qudrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri manusia.
c)
Makhluk diciptakan Tuhan atas dasar hikmah
kebijaksanaan.
d)
Tuhan tidak melarang sesuatu kecuali terhadap yang
dilarang dan tidak menyuruh kecuali yang disuruhnya.
e)
Kaum Mu’tazilah tidak mengakui bahwa manusia itu
memiliki qodrat dan iradat, tetapi qodrat dan iradat tersebut hanya merupakan
pinjaman belaka.
f)
Mausia dapat dilarang atau dicegah untuk melakukan
qodrat dan iradat.
3.
Al-Wadu wal wa’id (janji dan ancaman)
Prinsip janji dan ancaman yang dipegang oleh Mu’tazilah adalah untuk
membuktikan keadilan Tuhan sehingga manusia dapat merasakan balasan Tuhan atas
segala perbuatannya. Di sinilah perananan janji dan ancaman bagi manusia agar
berhati-hati dalm menjalani kehidupannya.
Konsep janji dan ancaman diuraikan dalam beberapa butir, yaitu:
a)
Orang mukmin yang berdosa besar kemudian meninggal
sebelum taubat ia tidak akan mendapatkan ampunan Tuhan.
b)
Di akhirat tidak akan ada syafa’at sebab syafa’at
berlawanan dengan Al-wa’du wal wa’id (janji dan ancaman).
c)
Tuhan akan membalas kebaikan manusia yang telah
berbuat baik dan akan menjatuhkan siksa terhadap manusia yang melakukan
kejahatan.
4.
Al-Manzilah bainal manzilataini (tempat di antara dua
tempat)
“Tempat di antara dua tempat” dalam pandangan Mu’tazilah
berarti suatu tempat antara surga dan neraka. Tempat ini diperuntukkan bagi
umat islam yang melakukan dosa besar, tetapi tidak sampai musyrik. Doktrin ini,
oleh sebagian kaum teolog dipandang membingungkan dan tidak jelas. Sebab, tidak
terdapat penjelasan yang konkret dan riil tentang dasar yang digunakan oleh
Mu’tazilah dan keadaan tempat tersebut.
5.
Amar ma’ruf nahi munkar (menyuruh kebaikan dan melarang
kemungkaran)
Amar ma’ruf nahi munkar ini menjadi kewajiban asasi bagi
penganut Mu’tazilah. Hanya saja, beberapa pendapat mengatakan bahwa ukuran
ma’ruf dan munkar itu adalah versi Mu’tazilah, sehingga orang-orang yang
berbeda prinsip dengan mereka dianggap sesat dan perlu diluruskan. Oleh karena
itu, tercatat dalam sejarah bahwa kaum Mu’tazilah pernah membunuh ulama-ulama
islam, diantaranya ulama islam terkenal Syaikh Buwaithi seorang ulama penerus
Imam Syafi’i, dalam suatu peristiwa dan perdebatan apakah Qur’an qadim atau
makhluk.
Hingga sekarang, secara fisik organisatoris Mu’tazilah
telah tidak ada. Tetapi, semangat dan model berpikir rasional yang
dikembangkannya masih berpengaruh dan sering menjadi model pemikiran para
pemikir islam kontemporer. Lebih dari itu, pemikiran rasional model Mu’tazilah
dipandang cukup sesuai dengan tuntutan zaman.[1]
D.
Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam
Mu’tazilah
dalam menyelesaikan berbagai masalah keagamaan selalu menggunakan kekuatan akal
pikiran. Bahkan mereka diberi nama kaum rasionalis. Kamum Mu’tazilah sangat
serius membela dan mempertahankan akidah dari mereka yang bermaksud merusaknya.
Dalam sejarah, pada masa pemerintahan
Abbasiyah, kaum muslimin terancam dari berbagai aliran yang merupakan
lawan-lawan kepercayaan Islam. Lawan-lawan itu di antaranya, paham al-Mujassimah, al-Rafidhah, mulhid dan zindik di samping itu juga dapat menumpas
paham reinkarnasi. Karena itu dalam sejarah umat Islam tidak mengenal
pembahasan yang bercorak filsafat dan lengkap tentang Tuhan, sifat-sifat dan
perbuatannya dengan disertai dalil-dalil akal pikiran dan alasan-alasan naql sebelum lahir aliran Mu’tazilah.
Dengan demikian, tidaklah
berlebihan bila dikatakan bahwa Mu’tazilah sangat besar pengaruhnya di dunia
Islam, di antaranya:
1. Bidang
orator dan pujangga.
2. Bidang
ilmu balaghah (rethorika)
3. Ilmu
perdebatan (jadal)
4. Bidang
ilmu Kalam (Theologi Islam).
Setelah
peristiwa al-mihnah seperti dibahas sebelumnya, aliran Mu’tazilah mengalami
kemunduran. Sebagai suatu golongan yang kuat, berangsur-angsur menjadi lemah
dan mengalami kemunduran, terutama sesudah al-Asy’ari dapat mengalahkan mereka
dalam bidang pemikiran. Akan tetapi kemundurannya tidaklah menghalangi bagi
simpatisan dan pengikut yang setia yang selalu menyiarkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah, antara lain al-Khayyat pada akhir abad ketiga Hijriyah, Abu Bakar
al-Zamakhsyari (wafat 320 H./932 M.) pada sepanjang abad keempat Hijriyah,
al-Zamakhsyari dengan tafsirnya al-Kassyaf yang pengaruhnya sangat besar
dikalangan Ahlussunah waljamaah.
Kegiatan
orang-orang Mu’tazilah hilang sama sekali setelah terjadi serangan orang-orang
Mongol atas dunia Islam. Tetapi paham dan ajaran Mu’tazilah yang penting masih
hidup dikalangan Syi’ah Zaidiah. Harun Nasution mengatakan bahwa di zaman
modern dan kemajuan ilmu pengetahuan sekarang, ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah
yang bersifat rasionil itu telah mulai timbul kembali dikalangan umat Islam,
terutama dikalangan kaum terpelajar.
DAFTAR PUSTAKA
Rojak
Abdul, Anwar Rosihon. ilmu kalam. 2006. CV Pustaka Setia, Bandung.
Jauhari,
Heri, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, CV Pustaka Setia, Bandung
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer