MATERI
AL-QUR’AN DAN AL-HADITS
“HUKUM JUAL BELI DI WAKTU MEMASUKI
SHOLAT JUM’AT”

2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penyusun menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Qur’an-Hadits”. Adapun yang penyusun bahas dalam makalah sederhana ini menggenai “Hukum Jual – Beli saat memasuki Waktu Shalat Jum’at”.

Terimakasih penyusun sampai kepada bapak Gusnam Haris S.ag,  M.ag selaku dosen matakuliah qur’an hadist yang telah memberikan pengarahan. Penyusun sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu penyusun meminta kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Harapan kami, makalah ini dapat menjadi track recort dan menjadi referensi bagi kami dalam mengarunggi masa depan. Kami juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.





Yogyakarta, 6 November 2013

Penyusun


DAFTAR  ISI
Halaman
Kata pengantar
DAFTAR ISI 
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah…………………………………………………… 1
B.       Perumusan Masalah ……………………………………………………..... 2
C.       Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.       Pengertian Jual Beli...................................................................................... 3
B.       Pengertian Sholat Jum’at ............................................................................  4
C.       Hukum Jual Beli di Waktu Memasuki Sholat Jum’at ................................  6
D.       Orang yang Diharamkan Jual Beli di Waktu Memasuki Shalat Jum’at…... 8
BAB  III  PENUTUP
A.       Simpulan ..................................................................................................... 9
B.       Saran………………………………………………………………………. 9
DAFTAR  PUSTAKA
                                                                                               




BAB I
PENDAHULUAN
 
A.    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini karena pembelajaran agama Islam  semakin hari semakin berkurang minatnya. Maka banyak masyarakat  yang belum menyadari bahwa jual-beli saat memasuki waktu shalat jum’at bagi kaum  pria dilarang.
Hari Jum’at memiliki berbagai keistimewaan, salah satunya adalah diselenggarakannya Shalat Jum’at bagi kaum Muslimin. Bahkan, Shalat Jum’at ini juga memiliki keistimewaan tersendiri. Salah satunya adalah larangan melakukan jual-beli pada saat berlangsungnya ritual Shalat Jum’at.
Di dalam Al Quran disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumu’ah: 9)
Perintah meninggalkan jual beli dalam ayat ini menunjukkan terlarangnya jual beli setelah dikumandangkannya adzan Jum’at. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa jual beli mulai adzan Jum’at adalah terlarang atau hukumnya haram. Akan tetapi realitanya masyarakat islam khususnya para lelaki lebih mementingkan urusan duniawi. Berdasarkan latar belangkang diatas, penyusun tertarik unruk mengadakan kajian lebih lanjut tentang hukum jual beli pada saat adzan dan shalat jum’at.
B.       Rumusan masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah di atas dan untuk lebih memperluas permasalahan, maka masalah ini dirumuskan sebagai  berikut;
1.      Apa yang dimaksud pengertian  jual-beli.?
2.      Apa pengertian shalat jum’at?
3.      Bagaimana hukum  jual-beli di waktu memasuki shalat jum’at?
4.      Siapa orang  yang diharamkan jual-beli disaat shalat jum’at?

C.       Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui pengertian  jual-beli.
2.        Untuk mengetahui pengertian shalat jum’at.
3.        Untuk mengetahui hukum  jual-beli diwaktu memasuki shalat jum’at.
4.        Untuk mengetahui orang  yang diharamkan jual-beli disaat shalat jum’at.














BAB  II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut syara’: menukar harta dengan harta menurut cara- cara tertentu (‘aqad). Dalam al-qur’an Allah swt. berfirman:
وأحل لله  البيع وحرم الربوا
 “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. al-Baqarah: 275)
1.    Rukun jual beli:
a.       Penjual
b.      Pembeli
c.       Barang yang dijual
d.      Harga
e.       Ucapan ijab qabul

2.      Syarat penjual dan pembeli :
a.       Berakal, tidak sah jual beli orang gila
b.      Dengan kehendak sendiri, jika dipaksa dengan tidak benar maka tidak sah, kecuali dipaksa dengan benar misalnya oleh hakim menjual hartanya untuk membayar hutangnya maka penjualan itu sah
c.       Keadaannya tidak mubazzir (pemboros) karena harta yang mubazzir (pemboros/bodoh) itu ditangan walinya.
d.      Baligh, tidak sah jual beli anak- anak. Adapun anak- anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur dewasa, menurut pendapat sebagian ulama mereka dibolehkan jual beli barang yang kecil- kecilan.[1]





B.       Pengertian Sholat Jum’at
Sholat jumat ialah sholat fardhu dua raka’at pada hari jumat dan dikerjakan pada waktu dzuhur sesudah dua khutbah. Orang yang telah mengerjakan shalat jumat, tidak diwajibkan mengerjakan shalat zhuhur lagi.[2]
1.    Hukum shalat jumat :
Shalat jumat hukumnya fardlu ain bagi setiap muslim yang mukallaf, laki- laki, merdeka, sehat dan bukan musafir. Dalam al-Qur’an disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS al-Jumu’ah: 9).
Ibnul Mundzir dalam kitab kumpulan kesepakatan ulama karyanya, beliau menyebutkan:
وأجمعوا على أن لا جمعة على النساء
Mereka (para ulama) sepakat bahwa Jumatan tidak wajib untuk wanita.”  (Al-Ijma’, no. 52)
Di antara dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis dari Thariq bin Ziyad radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَربَعَة : عَبدٌ مَملُوكٌ ، أَو امرَأَةٌ ، أَو صَبِيٌّ ، أَو مَرِيضٌ
“Jumatan adalah kewajiban bagi setiap muslim, untuk dilakukan secara berjamaah, kecuali 4 orang: Budak, wanita, anak (belum baligh), dan orang sakit.” (HR. Abu Daud 1067 dan dishahihkan oleh Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih, 1:190 dan Ibnu Rajab dalam Fathul Bari, 5:327).[3]

2.      Hukum meninggalkan sholat jumat:
Shalat jumat merupakan kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah, kecuali empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak-anak dan orang sakit. Demikian menurut hadits Nabi s.a.w dan bagi seorang yang dikenakan kewajiban jum’at, lalu menggagalkannya, maka akan di cap sebagai orang munafiq.
Dalam Musnad Ahmad dan Kutub Sunan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
Siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, pasti Allah menutup mati hatinya.
Diriwayatkan dari Usamah Radhiyallahu 'Anhu, RasulullahShallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمُعَاتٍ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ كُتِبَ مِنَ الْمُنَافِقِيْنَ
"Siapa yang meninggalkan tiga Jum'at (shalatnya) tanpa udzur (alasan yang dibenarkan) maka ia ditulis termasuk golongan orang-orang munafik." (HR. Al-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir dan dishahihkan Syaikh Al-Albani)[4]



C.      Hukum  Jual Beli di Waktu Memasuki Shalat Jum’at
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Larangan jual beli ini mencakup menjual dan membeli. Dikhususkannya jual beli atas aktifitas lainnya karena pekerjaan tersebut yang paling banyak digeluti orang dan paling sering menyibukkan orang di pasar sehingga lalai dari menghadiri shalat Jum'at.
Menurut pendapat madzhab Hambali, jual beli dan akad-akad lainnya yang dilaksanakan setelah adzan statusnya batal berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan dari urusan kami (Islam), maka amalan tersebut tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah radliyallahu 'anha)
Sememtara menurut Maliki, jual beli yang dilaksanakan pada saat itu adalah batal. Sementara membebaskan budak, pernikahan, cerai dan lainnya tidak batal, karena berdasarkan kebiasaan orang-orang, kesibukan dalam mengurusi hal itu tidak seperti kesibukan terhadap jual beli. (Lihat Tafsir al-Qurthubi dalam menafsirkan QS. Al-Jum'ah: 9)
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya memilih pendapat yang menyatakan rusak dan batalnya akad, baik itu jual beli, sewa, pelantikan, dan lainnya.
Sementara madhab Hanafi dan Syafi'i tidak membatalkannya dengan alasannya walau dilarang, hanya saja larangan tersebut bukan tertuju pada dzat materi jual belinya, tapi karenanya dilakukan pada waktu pelaksanaan Jum'atan. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/195). Rusaknya bukan pada inti akad dan tidak pula syarat syahnya.
Menurut kami, pendapat yang rajih adalah pendapat pertama sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya, "Dzahir ayat menunjukkan tidak sah sebagaimana yang disebutkan pada tempatnya."
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat, "Thalaq jenisnya disyariatkan sebagaimana jual beli dan nikah, terkadang dihalalkan dan waktu yang lain  diharamkan. Juga terbagi menjadi sah dan rusak sebagaimana yang ada dalam jual beli dan pernikahan. Dan larangan dalam jenis ini mengharuskan rusaknya yang dilarang." (Majmu' Fatawa: 33/89-90) 
Dan yang paling baik dan selamat adalah meninggalkan segala bentuk kesibukan duniawi seperti jual beli dan lainnya lalu bersegera pergi ke masjid untuk menjalankan shalat Jum'at dan mendengarkan khutbah. Dengan mengamalkan semacam itu maka akan mendapatkan banyak kebaikan dan pahala. "Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jum'ah: 9)[5]



D.      Orang yang Diharamkan Jual Beli di Waktu Memasuki Shalat Jum’at
Dalam Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, disebutkan:
1.      Para pria yang diwajibkan shalat Jum’at. Sedangkan wanita, anak kecil, dan orang sakit tidak terkena larangan jual beli tersebut. Demikian pendapat jumhur ulama. Alasannya, karena perintah dalam ayat ditujukan pada orang yang pergi Jum’at. Orang selain itu berati tidak terkena larangan jual beli kala itu. sesuai dengan QS al-Jumu’ah: 9.
2.      Orang yang melakukannya tahu akan larangan melakukan jual beli setelah adzan kedua Jum’at. Demikian pendapat ulama Syafi’i.
3.      Yang melakukan jual beli bukan bermaksud untuk menghilangkan mudhorot (bahaya) sehingga ia terpaksa melakukan jual beli seperti dalam keadaan darurat harus beli makanan atau dalam keadaan darurat harus beli kafan untuk mayit dan jika ditunda, kondisi mayit akan berubah.[6]
















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.        Jual beli menurut bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut syara’: menukar harta dengan harta menurut cara- cara tertentu (‘aqad).
2.        Sholat jumat ialah sholat fardhu dua raka’at pada hari jumat dan dikerjakan pada waktu dzuhur sesudah dua khutbah. Orang yang telah mengerjakan shalat jumat, tidak diwajibkan mengerjakan shalat zhuhur lagi.
3.      Yang paling baik dan selamat adalah meninggalkan segala bentuk kesibukan duniawi seperti jual beli dan lainnya lalu bersegera pergi ke masjid untuk menjalankan shalat Jum'at dan mendengarkan khutbah. Dengan mengamalkan semacam itu maka akan mendapatkan banyak kebaikan dan pahala. "Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jum'ah: 9).
4.        Diantaranya:
a.       Para pria yang diwajibkan shalat Jum’at.
b.      Orang yang melakukannya tahu akan larangan melakukan jual beli setelah adzan kedua Jum’at. Demikian pendapat ulama Syafi’i.
c.       Yang melakukan jual beli bukan bermaksud untuk menghilangkan mudhorot (bahaya) sehingga ia terpaksa melakukan jual beli.

B.     Saran
1.      Kita selaku muslim harus mengetahui dan memahami tata cara jual beli agar dalam pelaksanaannya tidak menyalahi syari’at.
2.      Kita selaku muslim harus mengetahui dan memahami hukum Sholat Jum’at itu fardu ‘ain yang kewajibannya itu dibebankan kepada setiap individu dan apabila meninggalkannya itu mendapatkan dosa
3.      Kita selaku muslim harus melakukan tabbayun dalam menentukan hukum syara’ jual beli pada saat memasuki sholat Jum’at dengan mencari dalil-dalil yang lebih shohih.



DAFTAR PUSTAKA
Sodikin Ahmad. 2004.  Studi Komparasi Pendapat Al-Aimmah Al-Arba’ah tentang Jual Beli pada Saat Adzan Salat Jum’at. Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.





Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer