Manunggaling Kawula Gusti
(
Ittihad,Hulul Dan Sathohah Dalam Tasawuf Dan Tokoh-Tokoh Penggagasnya)

2013
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penyusun Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas mengenai Faham Manunggaling Kawula Gusti (Ittihad,Hulul Dan Sathohat & Para tokoh nya).
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.

Yogyakarta,26 November 2013






Daftar isi

KATA PENGANTAR  .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI  ......................................................................................................... 3
BAB I      PENDAHULUAN  .............................................................................. 4
BAB II     PEMBAHASAN
                 2.1  MANUGGALING KAWULA GUSTI ........................................ .6
                 2.2. ITTIHAD  .................................................................................... 10
                 2.3. HULUL ........................................................................................ 11
                 2.4 WAHDATUL WUJUD.................................................................. 12
BAB III   PENUTUP  ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA  ...................................................................................... 15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
            Banyak orang yang mungkin masih bingung mengenai apa itu faham manunggaling kawula gusti. Dalam akhlak tasawuf manunggaling kawula gusti yang lebih mudah disebut bersatunya antara Tuhan dengan makhluknya (manusia).
Akhlak Tasawuf merupakan disiplin ilmu murni dalam Islam. Akhlak dan Tasawuf mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebelum bertasawuf, seseorang harus berakhlak sehingga bisa dikatakan bahwasanya At tashawwufu nihayatul akhlaq sedangkan al-akhlaqu bidayatut tashawwuf. Dalam tasawuf, digunakan pendekatan suprarasional yaitu dengan intuisi / wijdan. Intuisi disini maksudnya adalah mengosongkan diri dari dosa. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang MANUNGGALING KAWULA GUSTI, ITTIHAD, AL-HULUL dan WAHDAT AL-WUJUD  yang merupakan salah satu komponen dari akhlak tasawuf.
1.2  RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah yang dimaksud dengan faham manunggaling kaeula gusti?
2.      Apa yang dimaksud dengan ittihad,hulul dan wahdat al-wujud?
3.      Bagaimana pandangan al-qur’an tentang faham manunggaling kawula gusti?
4.      Siapakah tokoh-tokoh yang menggagas pemahaman tersebut?

1.3  TUJUAN
Adapun makalah ini disusun dengan harapan :
1.      Dapat memahami  PAHAM MANUGGALING KAWULA GUSTI
2.      Dapat mengetahui arti attihad,hulul dan sathohat
3.      Dapat mengetahui ayat-ayat alqur’an yang menjadi dalil tersebut
4.      Dapat mengetahuai para penggagas pemahaman tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
MANUNGGALING KAWULA GUSTI
2.1 Pengertian
Arti dari Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan bercampurnya Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat kembali semua makhluk dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
Dalam ajarannya pula, Manunggaling Kawula Gusti bermakna bahwa di dalam diri manusia terdapat roh yang berasal dari roh Tuhan sesuai dengan ayat Al-Quran yang menerangkan tentang penciptaan manusia:
Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh-Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." Q.S. Shaad: 71-72.[1]
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala penyembahan terhadap Tuhan terjadi. Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an dari para murid Syekh Siti jenar inilah yang menimbulkan polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham Manunggaling Kawula Gusti.
Dengan istilah apapun yang mungkin dipergunakan untuk melukiskan penghayatan manunggal (dengan tuhan) adalah puncak penghayatan dengan mana pengamaln kejiwaan meningkat keterasingannya dengan segala ynag bukan dirinya,dari apa ynag bukan Tuhan.
            Dalam tasawuf penghayatan manunggaling kawula gusti ini bisa mereka capai melalui memuncaknya penghayatan fana hingga fana dalam zikir dan bisa juga dari pendalaman cinta rindu yang memuncak pada mabuk cinta (sakar) didalam tuhan,atau dari kedua-duanya. Perasaan manunggal dengan tuhan yang berasal dari gelora rasa cinta bisa difahami dari evolusi dalam mengalami sepuluh tangga ahwal,yaitu dari cinta mendalam hingga mencapai syauq(rindu-dendam) dan kemudian meningkat jadi pengalaman uns,yakni kegilaan dalam asyik-maksyuk (intim) dengan tuhannya.[2]
            Fana’ sendiri diartikan lenyapnya indrawi atau kebasyariahan, yakin sifat sebagai manusia biasa yang suka pada syahwat dan hawa nafsu. Orang yang telah diliputi hakikat ketuhanan, sehingga tiada lagi melihat daripada alam baharu, alam rupa dan alam wujud ini, maka dikatakan ia telah fana dari alam cipta atau dari alam makhluk. Selain itu fana juga dapat berarti hilangnya sifat-sifat buruk (maksiat) lahir batin.
            Sedangkan sebagai akibat dari fana’ adalah baqa, yang secara harfiah berarti kekal yang dimaksudkan adalah kekalnya sifat-sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia ,. Karena lenyapnya fana’ (sifat-sifat basyariah), maka yang kekal adalah sifat-sifat ilahiah.
Ø  SYEKH LEMAH ABANG
Syekh Lemah Abang atau biasa dikenal dengan Syekh Siti Jenar. Pengaruh kebatinan yang disebarkanya masih banyak berbekas di beberapa tempat di Yogyakarta dan Surakarta. Syekh ini dimasa hidupnya berkedok sebagai Wali padahal sebenarnya seorang pembawa dan penyebar ajaran Zindiq serta benih- benih tasawuf Al Hallaj yang keliru jalannya.
Berbicara tentang Kebatinan Syekh Lemah Abang berarti kita harus membicarakan sebuah aliran yang berkembang sebelumnya, yaitu aliran Tantrayana[3] yang dianut dengan pesat di zaman kerajaan Singosari (1222- 1292 M). Ken Arok salah seorang dari raja Singosari yang berjasa dalam penyebaran Tantrayana ini.
Dengan demikian ajaranya telah memperoleh pengaruh- pengaruh yang subur sekali dikalangan Pribumi Indonesia, terutama ditempat- tempat kerajaan Singosari.
Ciri khas dari ajaran- ajarannya ialah “menganggap suci dan kramat M Lima” yakni 1. Mudra, 2. Matsya, 3. Maituna, 4. Mamsa, 5. Madya. Didalam Istilah bahasa Jawa, Mo Limo ini dikenal dengan Main[4], Madat[5], Madon[6], dan Minum[7].
Aliran ini beranggapan bahwa tidak terdapat yang kotor pada yang suci (orang suci).
Drs. Wiji Saksono menjuluki aliran ini “Tantrayana Bairawa[8]”. Sedang Ibahiyah ajaran serba boleh, adalah ciri- ciri khas dari ajaran tersebut. Ibadah dan Syari`at ala Syekh Siti Jenar adalah hasil peleburan dari Tantarayana Bairawa/ Budha dan Hindu karena sifat dan ciri khas kedua ajaran tersebut tidak ada bedanya.
Masing- masing memandang kramat sesuatu yang dipandang keji.
Syekh Siti jenar telah menebarkan semacam Dzikir yang dapat dinukil sebagai berikut:
DZIKIR OJRAT RIPANGI
............................. dzikir ojrat ripangi /
Ting galero guyeng junun / sedaya buka pribad / jalwostri atutup muka / ing jari putih rong nyari / sonerat ing rajah muka / pambuka ning roh ilopi //
Samya aru paguyunipun / wang wong godeg gobag gabig / manthuk krepnaretek nyangka / napas winotan ing dzikir :
La ilaha illallahu / ha illalah illallahi / Weneh Allah Allah / kang hu hu hu hi hi hi / e e i i u u u a a / La la la la hak hik hak hik //
Sareng panarima junun / tingkaringkel anggulinting / saujur ujure niba / wor winor jalu lan estri / tan ana malang asisik //
Sangsat denira kantu / denya kalenger tan eling / wus dangu antaranitra / kang samya pana birahi / tangi saking pajunungan .....................
....................... aguyer kepalanya / niba ting gadebug / lapake anonggak napas / anggelasah asunsun timbun matindih / lir bebandan ing pisang //
Wor winor lan jalu miwah estri / tan ana ukumipun / wus tatane wong dul birahi / singa menang soalnya / su / susilahipun / santri kang kasur elmunta / asirah jiwa raga myang bojonireki / katur sumanggung karso //
Yeen maana arepe Ki Santri / amengarah estri sengahnea / tan ana waler sengkero / kenging kewala wor hyun / wus mengkana tabiatneki / angger luhur kaweruhnya / kang kasoor sumungku / angguru ngaken paputan / tan rumangsa malang sukarsanireki / badan datan sewata //
Dapat diterjemahkan sebagai berikut:
...................... Dzikir Ojrat Ripangi
Hiruk pikuk berputar mabuk, semua buka pakaian bertelanjangan, laki wanita bertutup muka, dengan kain selebar dua jari, bersuratkan rajah muka, pembuka roh idlopi.
Semakin meninggi hiruk pikuknya, wang weng kepala bergeleng kekiri kekanan, kebawah atas gemetar nafas bersengalan berdengusan, nafas bercampur suara dzikir, seribu kalimah serempak keluar sedengus nafas, membawa derunya dzikir.
La ilaha illallahu / ha illalah illallahi / Weneh Allah Allah / kang hu hu hu hi hi hi / e e i i u u u a a / La la la la hak hik hak hik //
Telah sampai klimaks majnunnya, rebah bergelimpangan sejatuh jatuhnya, bercampur baur lelaki wanita bertumpukan bantal membantal, terlena tiada sadarkan diri, sunyi tenang tiada berisik.
Sesaat mereka terlena, pingsan tiada sadarkan diri, lamalah sudah berlalu masa, yang masa tenggelam fana` dalam dana` birahi sadar diri kemabukanya ..............
.................... berputar- putar kepalanya, jatuh berpelantingan layaknya menanjak nafas, bergelimpangan timbun menimbun, bagaikan onggokan batang pisang.
Campur baur susun timbun laki wanita, tiada hukum haramnya demikianlah watak yang berlaku birahi (bairawa) siapa menang dalam pembantahan ilmu, adabnya santri yang kalah dalam berbantah, berserah jiwa raga beserta isterinya, dipersebahkan sebulatnya terserah kehendak dan sesuka kepada pemenang debatnya.
Jika ada hasrat syahwat santri (warga lemah ibadat), mengingini wanita mana saja mana suka tak ada halangan batal haramnya, boleh- boleh saja berkumpul- gumul, dengan demikianlah tabiatnya, bagi orang yang telah dalam ilmunya, yang kalah bantah wajib pasrah, mengguru sebagai panutan, usah`kan menghalang- halangi kehendak guru apapun juga, badan diserah tiada syarat.
            Sisa- sisa faham Tantrayana Bairawa masih banyak kita jumpai dewasa ini. Walau acara berkumpul berdzikir  ojrat ripangi sudah jarang sekali terjadi, akan tetapi kebiasaan melek-melekan, berkumpul main kartu (terutama jika sedang kematian). Menurut faham mereka acara-acara ini dimaksudkan untuk”memberi restu” kepada keluarga yang kematian atau sang bayi yang baru lahir. Mereka berkumpul sambil minum-minuman keras dan berjudi sepanjang malam. Bahkan terkadang suasana di tempat sekitar acara itu sangat seram. Apalagi pembicaraan dikalangan yang hadir,terutama pemuda/pemudi biasanya berkisar soal “bayi rawa”. Justru sering kali terjadi hal-hal yang kurang baik.
            Adapun sisa-sisa pengaruh ajaran-ajaran syeh siti jenar inipun dapat dijumpai dikalangan istri-istri yang tidak tergolong taat pada syariat islam. Drs. Wijisaksono dalam hal ini pernah mengemukaan sebagai berikut:
            “Adalah sudah jadi rahasia umum,bahwa di Surakarta itu sementara istri-istri berpendirian tak mengapa, bahkan ada yang memodali suaminya untuk pelesir iseng dengan wanita lainnya, asal saja tidak sampai terjadi nikah. Sikap tiada menentang,tetapi membiarkan,bahkan kadang-kadang memberikan dorongan berupa uang, ini dapat jadi alasan untuk menetapkan bahwa itusemua adalah sisa-sisa Tantrayana. Karna kita sama maklum bahwa soal seorang suami itu berbuat serong,itu dapat dijumpai dimana pun di dunia ini tetapi bahwa pihak istri yang ditinggal seorang justru mendorong,dan tiada berontak, tampaknya hanya bisa terjadi begitu, kalau si istri tadi sadar atau tak sadar masih tersisip paham-paham tantrayana yang ibahiyah itu dalam kalbunya. Istri yang bersih dalam segala tantrayana, agaknya kan menyambut perbuatan serong suami itu dengan palang pintu.”[9]

            Berbicara masalah ini erat hubungannya dengan al ittihad,

2.2  ITTIHAD
            Menurut Abu Yazid al-Bustami. Ittihad sendiri memiliki arti "bergabung menjadi satu", sehingga paham ini berarti seorang sufi dapat bersatu dengan Allah setelah terlebih dahulu melebur dalam sandaran rohani dan jasmani (fana) untuk kemudian dalam keadaan baqa, bersatu dengan Allah. Dalam paham ini, seorang untuk mencapai Ittihad harus melalui beberapa tingkatan yaitu fana dan baqa'. Fana merupakan peleburan sifat-sifat buruk manusia agar menjadi baik. Pada saat ini, manusia mampu menghilangkan semua kesenangan dunia sehingga yang ada dalam hatinya hanya Allah (baqa). Inilah inti ittihad, "diam pada kesadara ilahi" yang menurut orang sufi sebagi konsep liqa al rabbi menemui Tuhan. Hal sejalan dengan firman Allah.
“Barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepadanya.[10]
            Hal ini menjadikan petunjuk bahwasannya Allah telah memberi peluang kepada manusia untuk bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah, yang caranya dengan beramal sholeh, dan beribadah semata-mata karena Allah, menghilangkan kesadaran sebagai manusia, meninggalkan dosa dan maksiat, dan kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah.
TOKOH PENGGAGASNYA
v  Abu Yazid Al-busthami. Menurutnya manusia adalah pancaran Nur Ilahi, oleh karena itu manusia hilang kesadaranya [sebagai manusia] maka pada dasarnya ia telah menemukan asal mula yang sebenarnya, yaitu nur ilahi atau dengan kata lain ia menyatu dengan Tuhan.

2.3 AL-HULUL
            Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaanya melalui fana’.[11]menuut Abu Nasr al-tusi dalam al-luma’ adalah paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.
            Sebelum Tuhan menciptakan makhluk, ia hanya melihat diri-Nya sendiri, dengan begitu munculnya dialog antara Tuhan dengan dirinya sendiri ysng tidak terdapat kata ataupun huruf dalam percakapannya tersebut. Yang dilihat Allah hanya kemuliaan pada dirinya sendiri, ia pun cinta terhadap zat-Nya sendiri, cinta yang tak dapat disifatkan, dan cinyta inilah yang menjadi sebab. Ia pun mengeluarkan dari yang tiada copy dari diri-Nya yang mempunya sifat dan nama-Nya dan bentuk copy tersebut adalah adam. Dan menjadikan adam dengan memuliakan dan mengagungkannya. Ia cinta pada adam dan pada diri adam Allah muncul dalam bentuknya. Dengan pada diri adam terdapat sifat-sifat yang dipancarkan Tuhan yang berasal dari Tuhan. Seperti dalam ayat al-Qur’an
            “Dan ingatlah ketika kami berkata kepada malaikat : “Sujudlah kepada adam”, semuanya sujud kecuali iblis, yang enggan dan merasa besar, ia menjadi yang tidak percaya.”[12]
             Paham yang menjadikan adam menurut bentukNya terdapat dalam hadits yang berbunyi: “Tuhan menciptakan adam sesuai denagn bentuk-Nya”
                      Berdasarkan uraian tersebut, makna hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap diman manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah dengan tujuan hulul untuk mencapai persatuan secara batin.
          TOKOH PENGGAGASNYA
v  Al-Hallaj, nama lengkapnya Husein bin Mansur al-Hallaj, lahir pada tahun 244(858M) di Baidha kota kecil di Persia. Pada usia 16 th ia belajar kepada seorang sufi terbesar dan terkenal, bernama Sahl bin Abdullah al-Tustur di negeri awaz. Kemudian dia berangkat ke basrah dan belajar pada seorang sufi bernama amr al-makki,dan pada tahun 264 H dia masuk kekota baghdad.
       Karena dikatakan dapat mambaca fikiran-fikiran manusia yang rahasia,maka terkenal dengan hallaj al-asrar,penenun ilmu ghaib. Dia pergi ke baghdad dan disana sesudah mengalami dipenjara yang cukup lama lantaran dipersalahkan mengajarkan ajaran sesat dia dihukum mati dengan hukuman yang sadis
2.4 SATHOHAH
      WIHDATUL WUJUD
          Wahdat al-wujud adalah ungkapan yang terdiri  dari dua kata (wahdat dan al-wujud), Wahdat yang artinya sendiri, tunggal atau kesatuan, sedangkan al wujud artinya ada.[13] Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud.
Hingga terdapat paham bahwa antar makhluk (manusia) dan al-haqq (Tuhan) sebenarnya satu kesatuan  dari wujud Tuhan, dan yang ada sebenarnya ada adalah wujud Tuhan itu, sedangkan wujud makhluk hanya bayang atau foto copy dari wujud Tuhan. Paham ini dibangun dari suatu dasar pemikiran bahwa Allah sebagai diterangkan dalam al-hulul, ingin melihat dirinNya diluar diriNya dan oleh karena itu dijadikannya alam ini.
            Dalammanusia ada unsur lahir dan batin, dan pada Tuhanpun ada unsur lahir dan batin. Unsur lahir manusia adalah wujud fisiknya yang tampak, sedangkan unsur batinnya adalah roh atau jiwanya yang tidak tampak yang hal ini merupakan pancaran, bayangan atau copy Tuhan. Selanjutnya unsur lahir pada Tuhan adalah sifat-sifat ketuhanannya yang tampak dialam ini , dan unsur batinnya adalah zat Tuhan.
            Selanjutnya petunjuk dalam Qur’an bahwa Tuahn memiliki unsur zahir dan batin sebagaimana yang dikemukakan faham wahdatul wujud
            “Dialah yang awal dan yang akhir yang zahir dan yang batin, dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu”[14]
            “Dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin.”[15]
Namun dalam pandangan sufi bahwa yang dimaksud dengan zahir adalah sifat-sifat Allah yang tampak, sedangkan yang batin adalah zat-Nya. Manusia dianggap mempunyai unsure tersebut karena manusia berasal dari pancaran Tuhan. Selanjutnya pada surat Luqman di atas dinyatakan bahwa yang lahir dan batin itu merupakan nikmat yang dianugrahkan Tuhan kepada Manusia. Ayat yang demikian itu jelas bahwa pada manusia juga ada unsur Lahir dan Batin.

TOKOH PENGGAGASNYA
v   Paham wahdatul wujud dibawa oleh Muhyidin Ibn Arabi yang lahir di Murcia, Spanyol di tahun 1165. Setelah selesai studi di Seville, beliau pindah ke Tunis di tahun1145, dan disana ia masuk aliran sufi.



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
   Jadi dapat disimpulkan bahwa Hulul adalah suatu paham yang menyatakan bahwa tuhan dapat mengambil tempat pada diri manusia. Hulul terjadi apabila manusia terlebih dahulu melenyapkan sifat-sifat negatif, dosa dan kemanusiaannya secara fisik(fana). Sedangkan ittihad adalah suatu paham yang menyatakan bahwa tuhan dan manusia dapat mencapai kesatuan rohaniah setelah manusia melenyapkan sifat-sifat dirinya,akhlak yang buruk dan dosa.













DAFTAR PUSTAKA

Nata,Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. (Jakarta: Raja Grafindo Persada), cet.V.
Simuh .1996. Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam. (Jakarta : Raja
      Grafindo Persada), cet.I.
Sudarminta,J & Lili Tjahyadi. 2008. Dunia Manusia Dan Islam. (Yogyakarta:
       Kanisius), cet.1
Machasin ,2003, Relasi Tuhan Dan Manusia, (Yogyakarta: Tiara Wacana
       Yogya),cet II
Zoetmulder,P.J.,2000, Manunggaling Kawula Gusti, (Yogyakarta: Gramedia
       Pustaka Utama)
Hafidy,As’ad el, 1982, Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan Indonesia,
       (Jakarta: Yudhistira), cet II
ittihad-dan-hulul.html





[1] Al-Qur’anul karim, Shood:71-72
[2] Simuh, Tasawuf Dan Perkembangannya Dalam Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1996), hlm 139
[3] Tantrayana: adalah ajaran yang bercampur baur antara unsur- unsur Agama Hindu/ Budha sekte Bairawa dengan unsur- unsur asli Indonesia.
[4] Berjudi
[5] Minum candu
[6] Serong, melacur. Dalam bahasa Jawa dapat juga diartikan pemborosan- pemborosan yang dimaksudkan memuaskan hawa nafsu semata- mata.
[7] Minum- minuman keras sampai mabuk
[8] Artinya Berahi
[9] H.M. As’ad el hafidy,”Aliran-Aliran Kepercayaan Dan Kebatinan Di Indonesia”,(Jakarta: Galia Indonesia 1982).hlm 74-77.
[10] QS, al-Kahfi 18:110
[11] A. Qadir Mahmu d, hlm.337
[12] QS. al-Baqarah, 2:34
[13] Mahmud Yunus, Kamus                Arab Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung,1990),hlm.492&494.
[14] QS al-Hadid 57:3
[15] QS. al-Luqman 3:20


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer